BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Laki-laki (suami) dijadikan sebagai
penegak, penanggung jawab, perawat dan pengurus untuk istrinya. Allah
memberikan hak kepemimpinan ini karena Allah memang memberikan kelebihan kepada
mereka dan atas kewajiban mereka untuk memberikan nafkah kepada Istri. Dan
wanita yang shalihah adalah wanita yang taat kepada Allah, yang bisa menjaga
diri, kehormatan dan harta suaminya tatkala suaminya pergi.
Adapun wanita yang bermasalah, yang
dikawatirkan tidak taat, maka boleh melakukan langkah-langkah untuk
mengembalikannya kepada kondisi normal. Yang pertama: nasihatilah dia, kalau
ini tidak mempan maka tingggalkanlah di tempat tidur. Akan tetapi bila terpaksa
dua tahap ini tidak mempan juga maka dengan terpaksa boleh memukulnya dengan
pukulan yang tidak menyakitkan dan tidak membahayakan. Jika dengan ini mereka
sudah kembali taat, maka jangan mencari-cari kesalahnnya lagi untuk bisa
menyakitinya lagi, karena sesungguhnya Allah itu Maha Tinggi Maha Besar
(sehingga lebih mampu untuk membalas kalian), sebagai mana firman Allah dalam
Surat An-Nisa’ ayat 34 yang akan dibahas pada bab pembahasan yang penulis kutib
dari dua tafsir yaitu tafsir Ibnu Katsir dan tafsir Al-Misbah karangan Qurasy
Syihab
BAB II
TAFSIR SURAT
AN-NISA’ AYAT 34
MENURUT TAFSIR
IBNU KATSIR DAN TAFSIR AL-MISBAH
A.
Tafsir Ibnu Katsir Karangan Ibnu Katsir
ãA%y`Ìh9$# cqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$# $yJÎ/ @Òsù ª!$# óOßgÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/ !$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr& 4 àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4 ÓÉL»©9$#ur tbqèù$srB Æèdyqà±èS ÆèdqÝàÏèsù £`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ÒyJø9$# £`èdqç/ÎôÑ$#ur ( ÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& xsù (#qäóö7s? £`Íkön=tã ¸xÎ6y 3 ¨bÎ) ©!$# c%x. $wÎ=tã #ZÎ62 ÇÌÍÈ
kaum laki-laki
itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah melebihkan
sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. sebab itu Maka
wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika
suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara (mereka). wanita-wanita
yang kamu khawatirkan nusyuznya, Maka nasehatilah mereka dan pisahkanlah mereka
di tempat tidur mereka, dan pukullah mereka. kemudian jika mereka mentaatimu,
Maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkannya. Sesungguhnya Allah
Maha Tinggi lagi Maha besar.
Penjelasan Ibnu
Katsir
ãA%y`Ìh9$# cqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$#
Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Dengan kata lain, lelaki itu
adalah pengurus wanita, yakni pemimpin-nya, kepalanya, yang menguasai , dan
yang mendidiknya jika menyimpang.
!$yJÎ/ur (#qà)xÿRr& ô`ÏB öNÎgÏ9ºuqøBr&
Oleh
karena Allah telah melebihkan sebagian mereka (laki-laki) atas sebagian yang
lain (wanita). Yakni karena kaum laki-laki lebih afdal daripada kaum wanita,
seorang lelaki lebih baik daripada seorang wanita, karena itulah maka nubuwwah
(kenabian) hanya khusus bagi kaum laki-laki . Demikian pula seorang raja.
Karena ada sabda Nabi Saw. yang mengatakan:
Tidak
akan beruntung suatu kaum yang urusan mereka dipegang oleh seorang wanita.
Hadis riwayat Imam Bukhari melalui Abdur Rahman ibnu Abu Bakrah, dari ayahnya.
Demikian pula dikatakan terhadap kedudukan peradilan dan lain-lainnya.
$yJÎ/ @Òsù ª!$# óOßgÒ÷èt/ 4n?tã <Ù÷èt/
Dan karena
mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. Berupa mahar
(maskawin) , nafkah, dan biaya-biaya lainnya yang diwajibkan oleh Allah atas
kaum laki-laki terhadap kaum wanita, melalui kitab-Nya dan sunnah Rasul-Nya.
Diri
lelaki lebih utama daripada wanita, laki-laki mempunyai keutamaan di atas
wanita, juga laki-lakilah yang memberikan keutamaan kepada wanita. Maka sangat
sesuailah bila dikatakan bahwa lelaki adalah pemimpin wanita. Sepert i yang
disebutkan di dalam ayat lain, yaitu firman-Nya:
ÉA$y_Ìh=Ï9ur £`Íkön=tã ×py_uy
Akan
tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihandaripada istrinya. Ali
ibnu Abu Talhah meriwayatkan dari Ibnu Abbas sehubungan dengan firman-Nya:
ãA%y`Ìh9$# cqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$#
Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita. Yakni menjadi kepala atas
mereka; seorang istri diharuskan taat kepada suaminya dalam hal-hal yang
diperintahkan oleh Allah yang mengharuskan seorang istri taat kepada suaminya.
Taat kepada suami ialah dengan berbuat baik kepada keluarga suami dan menjaga
harta suami. Hal yang sama dikatakan oleh Muqatil , As-Saddi , dan Ad-Dahhak.
Al-Hasan
Al-Basri meriwayatkan bahwa ada seorang istri datang kepada Nabi Saw.
mengadukan perihal suaminya yang telah menamparnya. Maka Rasulullah Saw.
bersabda, "Balaslah! " Maka Allah Swt . menurunkan firman-Nya:
ãA%y`Ìh9$# cqãBº§qs% n?tã Ïä!$|¡ÏiY9$#
Kaum
laki-laki adalah pemimpin bagi kaum wanita. Akhirnya si istri kembali kepada suaminya tanpa ada qisas (pembalasan) Ibnu Juraij dan Ibnu
Abu Hatim meriwayatkannya melalui berbagai jalur dar i Al-Hasan Al-Basri . Hal
yang sama dimursalkan hadis ini oleh Qatadah, Ibnu Juraij , dan As-Saddi .
Semuanya itu diketengahkan oleh Ibnu Jarir.
Ibnu
Murdawaih menyandarkan hadis ini ke jalur yang lain. Untuk itu ia mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Ahmad ibnu Ali An-Nasai , telah menceritakan
kepada kami Muhammad ibnu Hibatullah Al-Hasyimi , telah menceritakan kepada
kami Muhammad ibnu Muhammad Al-Asy'as , telah menceritakan kepada kami Musa
ibnu Ismai l ibnu Musa ibnu Ja'far ibnu Muhamma d yang mengatakan bahwa ayahku
telah menceritakan kepada kami , dari kakekku, dari Ja'far ibnu Muhammad, dari
ayahnya, dari Ali yang menceritakan bahwa datang kepada Rasulullah Saw. seorang
lelaki dari kalangan Ansar dengan seorang wanita mahramnya. Lalu si lelaki itu
berkata, "Wahai Rasulullah, sesungguhnya suami wanita ini (yaitu Fulan bin
Fulan Al-Ansari ) telah menampar wajahnya hingga membekas padanya. "
Menurut
As-Saddi dan lain-lainnya, makna yang dimaksud ialah wanita yang memelihara
kehormatan dirinya dan harta benda suaminya disaat suaminya tidak ada di tempat
. Firman Allah Swt. :
$yJÎ/ xáÏÿym ª!$#
Oleh
karena Allah telah memelihara (mereka). Orang yang terpelihara ialah orang yang
dipelihara oleh Allah. Ibnu Jarir mengatakan, telah menceritakan kepadaku
Al-Musanna, telah menceritakan kepada kami Abu Saleh, telah menceritakan kepada
kami Abu Ma'syar , telah menceritakan kepada kami Sa'id ibnu Abu Sa'id
Al-Maqbari , dari Abu Hurairah yang menceritakan bahwa Rasulullah Saw. pernah
bersabda:
Sebaik-baik
wanita ialah seorang istri yang apabila kamu melihat kepadanya, membuatmu
gembira; dan apabila kamu memerintahkannya, maka ia menaatimu; dan apabila kamu
pergi meninggalkan dia, maka ia memelihara kehormatan dirinya dan hartamu.
Imam
Ahmad mengatakan, telah menceritakan kepada kami Yahya ibnu Ishaq, telah
menceritakan kepada kami Ibnu Luhai'ah, dari Abdullah ibnu Abu Ja'far ; Ibnu
Qariz pernah menceritakan kepadanya bahwa Abdur Rahman ibnu Auf pernah
menceritakan bahwa Ra-sulullah Saw. telah bersabda:
Seorang
wanita itu apabila mengerjakan salat lima waktunya, puasa bulan (Ramadan)nya,
memelihara kehormatannya,dan taat kepada suaminya, maka dikatakan kepadanya,
"Masuklah kamu ke dalam surga dari pintu mana pun yang kamu sukai."
Hadis ini diriwayatkan secara munfarid
(menyendiri) oleh Imam Ahmad melalui jalur Abdullah ibnu Qariz, dari Abdur
Rahman ibnu Avif.
Firman Allah
Swt. :
ÓÉL»©9$#ur tbqèù$srB Æèdyqà±èS
Wanita-wanita
yang kalian khawatiri nusyuznya. Yakni wanita-wanita yang kalian khawatirkan
bersikap membangkang terhadap suaminya.
An-Nusyuz
artinya tinggi diri; wanita yang nusyuz ialah wanita yang bersikap sombong
terhadap suaminya, tidak mau melakukan perintah suaminya, berpaling darinya,
dan membenci suaminya. Apabila timbul tanda-tanda nusyuz pada diri si istri,
hendaklah si suami menasihati dan menakutinya dengan siksa Allah bila ia
durhaka terhadap dirinya. Karena sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepadanya
agar taat kepada suaminya dan haram berbuat durhaka terhadap suami, karena
suami mempunyai keutamaan dan memikul tanggung jawab terhadap dirinya.
Rasulullah Saw. sehubungan dengan hal ini telah bersabda:
Seandainya
aku diberi wewenang untuk memerintah seseorang agar bersujud terhadap orang
lain, niscaya aku perintahkan kepada wanita untuk bersujud kepada suaminya,
karena hak suami yang besar terhadap dirinya.
Imam
Bukhari meriwayatkan melalui Abu Hurairah r.a. yang menceritakan bahwa
Rasulullah Saw. pernah bersabda:
Apabila
seorang lelaki mengajak istrinya ke tempat tidurnya, lalu si istri menolaknya,
maka para malaikat melaknatnya sampai pagi hari.
Apabila
seorang istri tidur semalam dalam keadaan memisahkan diri dari tempat tidur
dengan suaminya, maka para malaikat melaknatnya sampai pagi hari. Karena itulah
disebutkan di dalam firman-Nya:
ÓÉL»©9$#ur tbqèù$srB Æèdyqà±èS ÆèdqÝàÏèsù
Wanita-wanita
yang kalian khawatir/ nusyuznya, maka nasihatilah mereka. Adapun firman Allah
Swt. :
£`èdrãàf÷d$#ur Îû ÆìÅ_$ÒyJø9$#
dan
pisahkanlah diri dari tempat tidur mereka. Menurut Ali ibnu Abu Talhah, dari
Ibnu Abbas , makna yang dimaksud ialah hendaklah si suami tidak menyetubuhinya,
tidak pula tidur bersamanya; jika terpaksa tidur bersama, maka si suami
memalingkan punggungnya dari dia.
Hal yang
sama dikatakan pula oleh bukan hanya seorang. Tetapi ulama yang lainnya, antara
lain As-Saddi , Ad-Dahhak, Ikrimah, juga Ibnu Abbas menurut riwayat yang lain
mengatakan bahwa selain itu si suami jangan berbicara dengannya, jangan pula mengobrol
dengannya.
ibnu Abu
Talhah meriwayatkan pula dari Ibnu Abbas , hendaknya si suami menasihatinya
sampai si istri kembali taat . Tetapi jika si istri tetap membangkang,
hendaklah si suami berpisah dengan-nya dalam tempat tidur, jangan pula berbicara
dengannya, tanpa menyerahkan masalah nikah kepadanya; yang demikian itu terasa
berat bagi pihak istri.
Mujahid,
Asy-Sya'bi , Ibrahim, Muhammad ibnu Ka"b, Miqsam, dan Qatadah mengatakan
bahwa yang dimaksud dengan al-hajru ialah hendaknya si suami tidak menidurinya.
Abu
Daud mengatakan, telah menceritakan kepada kami Musa ibnu Ismail,telah
menceritakan kepada kami Hammad ibnu Salamah, dari Ali ibnu Zaid. dari Abu
Murrah Ar Raqqasyi , dari pamannya, bahwa Nabi Saw. pernah bersabda:
Jika
kalian merasa khawatir mereka akan nusyuz (membangkang) , maka pisahkanlah diri
kalian dari tempat tidur mereka.
Hammad
mengatakan bahwa yang dimaksud ialah jangan menyembuh inya. Di dalam kitab
sunan dan kitab musnad disebutkan dari Mu'awi yah ibnu Haidah Al-Qusyairi ,
bahwa ia pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, apakah hak seorang istri di
antara kami atas diri suaminya? " Nabi Saw. menjawab:
Hendaknya
kamu memberi dia makan jika kamu makan, dan memberinya pakaian jika kamu
berpakaian, dan janganlah kamu memukul wajah dan jangan memburuk-burukkan,
janganlah kamu mengasingkannya kecuali dalam lingkungan rumah.
Firman Allah
Swt. :
£`èdqç/ÎôÑ$#ur
Dan pukullah
mereka. Yakni apabila nasihat tidak bermanfaat dan memisahkan diri dengannya
tidak ada hasilnya juga, maka kalian boleh memukulnya dengan pukulan yang tidak
melukai . Seperti yang disebutkan di dalam kitab Sahih Muslim, dari Jabir, dari
Nabi Saw. , bahwa Nabi Saw. pernah
bersabda dalam
haji wada'-nya :
Bertakwalah
kepada Allah dalam urusan wanita, karena sesungguhnya mereka di sisi kalian
merupakan penolong, dan bagi kalian ada hak atas diri mereka, yaitu mereka
tidak boleh mempersilakan seseorang yang tidak kalian sukai menginjak hamparan
kalian. Dan jika mereka melakukannya, maka pukullah mereka dengan pukulan yang
tidak melukakan, dan bagi mereka ada hak mendapat rezeki (nafkah) dan
pakaiannya dengan cara yang makruf.
Sufyan
ibnu Uyaynah meriwayatkan dari Az-Zuhri , dari Abdullah ibnu Abdullah ibnu Umar
, dari Iyas ibnu Abdullah ibnu Abu Zi-ab yang menceritakan bahwa Nabi Saw.
pernah bersabda:
Janganlah
kalian memukul hamba-hamba perempuan Allah! Maka datanglah Umar r.a. kepada
Rasulullah Saw. dan mengatakan, "Banyak istri yang membangkang terhadap suaminya,"
Lalu Rasulullah Saw. memperbolehkan memukul mereka (sebagai pelajaran).
Akhirnya banyak istri datang kepada keluarga Rasulullah Saw. mengadukan perihal
suami mereka. Lalu Rasulullah Saw. bersabda:
Sesungguhnya
banyak istri yang berkerumunan di rumah keluarga Muhammad mengadukan perihal
suami mereka; mereka (yang berbuat demikian terhadap istrinya) bukanlah
orang-orang yang baik dari kalian.
Hadis
riwayat Imam Abu Daud, Imam Nasai , dan Imam Ibnu Majah. Ahmad mengatakan,
telah menceritakan kepada kami Sulaiman ibnu Daud (yakni Abu Daud At-Tayalisi)
, telah menceritakan kepada kami Abu Uwwanah, dari Daud Al-Audi , dari Abdur
Rahman As-Sulami , dari Al-Asy'a s ibnu Qais yang menceritakan, "Aku
per-nah bertamu di rumah Umar r.a. Lalu Umar memegang istrinya dan menamparnya
, setelah itu ia berkata, 'Hai Asy'as , hafalkanlah dariku tiga perkara berikut
yang aku hafalkan dari Rasulullah Saw. yaitu: Janganlah kamu menanyai seorang
suami karena telah memukul istri-nya, dan janganlah kamu tidur melainkan setelah
mengerjakan witir'. " AI-Asy'as lupa perkara yang ketiganya.
Hal
yang sama diriwayatkan oleh Imam Abu Daud, Imam Nasai , Imam Ibnu Majah, dari
hadis Abdur Rahman ibnu Mahdi , dari Abu Uwwanah, dari Daud Al-Audi dengan
lafaz yang sama. Firman Allah Swt. :
÷bÎ*sù öNà6uZ÷èsÛr& xsù (#qäóö7s? £`Íkön=tã ¸xÎ6y
Kemudian
jika mereka menaatimu, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk
menyusahkannya. Artinya, apabila seorang istri taat kepada suaminya dalam semua
apa yang dikehendaki suaminya pada diri si istri sebatas yang dihalalkan oleh
Allah, maka tidak ada jalan bagi si suami untuk menyusahkannya, dan suami tidak
boleh memukulnya, tidak boleh pula mengasingkannya.
Firman Allah
Swt. :
3 ¨bÎ) ©!$# c%x. $wÎ=tã #ZÎ62
Sesungguhnya
Allah Mahalinggi lagi Mahabesar. Mengandung ancaman terhadap kaum laki-laki jika
mereka berlaku aniaya terhadap istri-istrinya tanpa sebab, karena sesungguhnya
Allah Mahatinggi lagi Mahabesar yang akan menolong para istri; Dialah yang akan
membala s terhadap lelaki (suami ) yang berani berbuat aniaya terhadap
istrinya.
B.
Tafsir Almisbah Karangan Qurasy
syihab
الرِّجَالُ قَوَّامُوْنَ عَلَى النِّسَاءِ بِمَا فَضَّلَ
اللهُُ بَعْضَهُمْ عَلَى بَعْضٍ وَبِمَآ أَنْفَقُوْا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ وَاللاَّتِي
تَخَافُوْنَ نُشُوْزَهُنَّ فَعِظُوْهُنَّ وَاهْجُرُوْهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ
وَاضْرِبُوهُنَّ فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً
إِنَّ اللهَََ كَانَ عَلِيًّا كَبِيْرًا
Mengenai Munasabah, Quraish Shihab
menyatakan pada ayat sebelumnya, ayat 32, terdapat larangan berangan-angan
serta iri menyangkut kelebihan masing-masing manusia, baik pribadi, kelompok
maupun jenis kelamin. Keistimewaan
itu diperoleh terkait dengan tugas dan fungsi yang harus dijalankan sesuai
dengan potensi dan kecenderungan jenisnya. Pada ayat 33 Allah menjelaskan
penetapan bagian terkait harta warisan yang terlihat adanya perbedaan antara
laki-laki dan perempuan, kini fungsi dan kewajiban setiap jenis kelamin beserta
latar belakang perbedaan itu disinggung dalam ayat ini.
Penjelasan Qurasy Syihab
الرِّجَالُ قَوَّامُونَ
عَلَى النِّسَآءِ
Pada
awalnya, Quraish Shihab menyatakan bahwa ayat ini turun dalam masalah rumah
tangga, dengan mengartikan kata Al-Rajul sebagai suami, berdasarkan
kesesuaiannya dengan lanjutan ayat yang membicarakan tentang nafaqah yang wajib
bagi suami. Tetapi kemudian ia lebih cenderung pada pendapat Thahir Ibn ‘Asyur
yang menyatakan bahwa kata al-Rijal dalam bahasa. Arab maupun bahas Al-Qur’an
tidak digunakan dalam arti suami. Berbeda dengan kata al-Nisa’ atau Imroah
yang digunakan untuk makna istri.
Jika ayat
ini diartikan laki-laki pemimpin perempuan, maka belum dapat menggambarkan
seluruh makna yang dikehendaki meskipun mengandung aspek kepemimpinan, karena
kata Qawwa>m mengandung makna kalau tugas dilakukan dengan sesempurna
mungkin, berkesinambungan dan kontinu. Dengan kata lain dalam pengertian
kepemimpinan tercakup pemenuhan kebutuhan, perhatian, pemeliharaan, pembelaan
dan pembinaan.
بِمَا فَضَّلَ اللَّهُ بَعْضَهُمْ
عَلَى بَعْضٍ
Quraish Shihab cenderung
menafsirkannya dengan masing-masing pribadi, baik laki-laki maupun perempuan,
memiliki keistimewaan-keistimewaan. Demi mendukung interpretasi ini ia banyak
mengungkapkan sisi perbedaan antara laki dan perempuan dari segi fisik (biologis),
maupun psikologi, sebagaimana yang di singgung pada Bab II. Dari penafsiran ini
dapat terlihat adanya peluang bagi perempuan untuk menjadi pemimpin jika
memiliki keistimewaan. Keistimewaan
ini tentu saja berupa kemampuan yang harus dimiliki pemimpin.
وَبِمَآ
أَنْفَقُوْا مِنْ أَمْوَالِهِمْ
Ayat ini
menggunakan bentuk kata kerja lampau
yang berarti menunjukkan bahwa memberi nafkah telah merupakan suatu
kelaziman bagi laki-laki sejak dahulu kala hingga kini. Sedemikian lumrahnya
hal ini sehingga langsung ditunjukkan dengan menggunakan bentuk kata kerja
lampau yang konsiderannya menunjukkan kebiasaan tersebut terus berlangsung
hingga kini.
فَالصَّالِحَاتُ قَانِتَاتٌ
حَافِظَاتٌ لِلْغَيْبِ بِمَا حَفِظَ اللهُ
Penggalan ayat ini merupakan
ciri-ciri perempuan shalehah yaitu: pertama, Qanitat: taat kepada Allah
dan suaminya. Kedua, H{afidhat Li Al-Ghoibi: menjaga segala hal yang
diserahkan padanya oleh Allah dari hak-hak suami, dan menjaga diri serta amanat
suami saat suaminya pergi sampai ia kembali.
وَاللاَّتِي تَخَافُوْنَ نُشُوزَهُنَّ
فَعِظُوهُنَّ وَاهْجُرُوهُنَّ فِي الْمَضَاجِعِ وَاضْرِبُوْهُنَّ
Jika seorang wanita nusyuz
atau tidak menaati perintah suami, maka untuk mengatasinya, dilakukan 3 hal,
pertama memberikan nasihat, jika tidak mendapat respon dari isteri yang nusyuz,
dilakukan langkah kedua yaitu menghindari hubungan seks, jika dengan langkah
kedua ini isteri tetap nusyuz, dilakukan langkah ketiga yaitu
memukulnya, akan tetapi pemukulan ini harus di lakukan dengan tidak
meninggalkan bekas atau mencederai fisik seperti tulang yang patah/retak, luka
sebab pemukulan tersebut.
فَإِنْ أَطَعْنَكُمْ فَلا تَبْغُوْا عَلَيْهِنَّ سَبِيلاً
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلِيًّا كَبِيرًا
Lalu jika mereka telah mentaati
kamu, baik sejak awal nasihat, atau setelah menghindarinya di tempat tidur,
atau saat memukul, maka janganlah kamu mencari-cari jalan untuk menyusahkan
mereka, dengan menyebut dan mengecam lagi pembangkangan yang telah lalu. Sesungguhnya Allah maha tinggi lagi maha besar, karena
itu merendahlah kepada Allah dengan mentaati perintah-Nya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar